tirto.id - Jenderal (Purn) Yoga Soegomo begitu lekat dengan rezim Orde Baru. Dia dikenal sebagai salah satu dari empat jenderal kepercayaan Soeharto. Sebagai seorang tentara, prestasi Yoga cemerlang dan kariernya banyak dihabiskan di intelijen. Soeharto pun menunjuknya sebagai Kepala Badan Koordinasi Intelijen Negara (BAKIN).
Yoga memulai karier sebagai penerjemah Tentara Sekutu di Tokyo Criminal Investigation Division, pada tahun 1945. Pascakemerdekaan, dia dipercaya menjadi perwira intelijen di Staf Teritorium Militer (STM), merangkap Asisten I (Intelijen) Brigade Gunung Jati, Banyumas.
Tak selang lama, dia dipindahkan ke Departemen Pertahanan di Jakarta. Di sana dia bertemu dengan Zulkifli Lubis, Kepala Badan Informasi Staf Angkatan Perang (BISAP) yang juga pernah menjadi Kepala Badan Rahasia Negara Indonesia (BRANI), lembaga merupakan cikal bakal BIN.
Perkenalan itu membuat Yoga semakin matang mempelajari dunia intelijen. Yoga bahkan sempat dikirim Zulkifli belajar ke dinas intelijen Inggris MI-6, di Maresfield. Usai menjalani pendidikan, Yoga kembali lagi ke tanah air. Dia kemudian mendapat tugas sebagai Asisten I (Intelijen) TT-IV Diponegoro, di Semarang.
Berkenalan dengan Soeharto
Di tempat tugas barunya itulah, Yoga berkenalan dengan Soeharto. Perkenalan terjadi ketika dia menjadi Asisten Kodam Diponegoro. Sejak itu, dia makin dekat dengan Soeharto. Sampai akhirnya Soeharto berkuasa, Yoga pun memiliki peran mengantarkan Soeharto menjadi presiden.
Pada tanggal 22 Agustus 1966, Soeharto sebagai Panglima Komando Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Pangkopkamtib), mendirikan Komando Intelijen Negara (KIN) sebagai pengganti Badan Pusat Intelijen (BPI). Soeharto pun menugaskan Yoga yang pada waktu itu berpangkat Brigjen sebagai Kepala. Yoga pun langsung membersihkan orang-orang BPI yang masih ada di dalam KIN. Sebagai Kepala KIN, Yoga pun makin sering berkomunikasi dengan Soeharto.
KIN di bawah kepemimpinan Yoga pun langsung membentuk divisi Operasi Khusus yang dipegang oleh Letkol Ali Moertopo dengan asisten Benny Moerdani dan Aloysius Sugiyanto. Ali dan Benny pun memiliki peran besar dalam operasi intelijen di bawah pemerintahan Soeharto.
Belum genap setahun, Soeharto kemudian merubah KIN menjadi Badan Koordinasi Intelijen Negara (BAKIN). Soeharto menunjuk Mayjen Soedirgo menjadi Kepala BAKIN pertama. Pada tahun 1974, Soeharto kembali menarik Yoga menjadi kepala BAKIN.
Sebagai kepercayaan Soeharto, Yoga sangat berani memberikan informasi intelijen secara gamblang tanpa ditutup-tutupi. Keahlian Yoga yang sudah malang melintang di dunia intelijen membuat Soeharto nyaris mengikuti semua informasi yang diberikan oleh Yoga.
Sarankan Soeharto Mundur
Sampai suatu hari, di tahun 1988, Yoga datang menemui Soeharto, Bu Tien dan beberapa pejabat tinggi lainnya. Yoga memberikan informasi intelijen dan prediksi runtuhnya pemerintahan Soeharto.
“Saya menyarankan bapak untuk mundur dari Presiden,” kata Yoga.
Soeharto dan Bu Tien terdiam mendengar saran Yoga.
Apa yang disampaikan Yoga itu bukan tanpa alasan. Dalam buku “34 Wartawan Istana Bicara tentang Pak Harto”, Wiwoho, wartawan harian Suara Karya menuliskan empat alasan penting usulan Yoga.
Pertama faktor usia, saat itu mendekati Pemilu 1988, Soeharto sudah berumur 67 tahun dan sudah memimpin selama 22 tahun. Kedua, diprediksi masa keemasan Soeharto sudah terjadi pada tahun 1983 – 1988. Sehingga jika lewat dari tahun 1988, dikhawatirkan pemerintahan Soeharto justru melemah. Ketiga, bisnis keluarga Soeharto yang menggurita membuat kecemburuan sosial dan rentan menjadikan Soeharto sebagai sasaran tembak. Keempat, informasi dari orang-orang dekat semakin tidak akurat karena sumber dan jaringan informasi menyempit akibat kesenjangan generasi.
Yoga pun berjanji, jika Soeharto mau mundur dari jabatan presiden, dia menjamin keamanan siapa pun suksesor yang ditunjuk Soeharto.
Setelah mendengar pertimbangan itu, diam-diam Bu Tien menyetujuinya. Namun Soeharto tetap bersikeras untuk tetap maju dalam Pemilu 1988. Hasilnya Soeharto memang kembali menang.
Prediksi Yoga pun perlahan terbukti. Memasuki tahun 1990-an, mahasiswa dan masyarakat sipil mulai jenuh dengan kepemimpinan Soeharto. Krisis ekonomi yang mulai dirasakan Indonesia pun makin membuat kondisi bergejolak. Puncaknya pada Mei 1998, aksi mahasiswa akhirnya memaksa Soeharto untuk turun.
Pasca memberikan saran tersebut, Yoga kemudian mundur dari Kepala BAKIN. Pada tahun 1979, resmi menanggalkan jabatannya. Sejak itu, Yoga tidak banyak berkecimpung di dunia intelijen. Pada tahun 2003, Yoga tutup usia. Jenazahnya dimakamkan di TMP Kalibata.
Penulis: Mawa Kresna
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti